Aktualisasi Bahasa Jawa sebagai Wujud Kepedulian Budaya

Hari Prastyo

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk membangun kesadaran pembaca akan pentingnay keberadaan bahasa Jawa sebagai wujud dari eksistensi budaya Jawa, yang merupakan bagian dari budaya Indonesia. Yang selanjutnya, melalui makalah ini, penulis juga berharap mampu menumbuhkan rasa cinta kembali terhadap bahasa Jawa. Karena, seperti yang telah penulis ungkapkan di awal tulisan bahwa kedudukan bahasa Jawa dalam dunia internasional pada dasarnya sama dengan bahasa Arab yang merupakan salah satu dari bahasa internasional dunia, karena keduanya merupakan bahasa yang memiliki sistem lambang sendiri.


Pendahuluan
‘hubungan antara Bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang sub-ordinat, di mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan’ (Abdul Chaer, 1995:217). Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dalam suatu komunitas. Oleh karena itu, keberadaan bahasa dalam masyarakat memiliki peranan yang cukup signifikan. Pada dasarnya, yang diperlukan anggota masyarakat adalah komunikasi, dan sampai saat ini alat komunikasi yang paling efektif adalah bahasa, karena bahasa memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan alat komunikasi yang lain, antara lain:bahasa bersifat produktif, dinamis dan yang paling penting adalah bahasa bersifat manusiawi. Oleh karena itu, sangatlah wajar ketika pada kondisi di atas, bahasa merupakan kebutuhan mutlak manusia. Sehingga terlahirlah bahasa dalam suatu komunitas masyarakat.
‘Bahasa merupakan sistem lambang, berupa bunyi yang bersifat arbitrer, produktif, beragam, dan manusiawi’. (Abdul Chaer, 1995:14). Berdasarkan pengertian di atas, maka bahasa merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisah-pisahkan, antara lambang dan bunyi, bahasa tulis dan bahasa lisan. Oleh karena itu, eksistensi suatu bahasa terletak pada eksistensi lambang dan bunyi. Hal ini diperkuat oleh pendapatnya Ronald Wardhough (1986:22), dia menulis dalam bukunya yang berjudul ‘an Introduction to Sociolinguistics’ sebagai berikut
What is particularly important in both of these attempts at a definition is that ‘variety’ is defined in term of specific set of ‘linguistics item’ or ‘human speech patterns’ (presumably, sounds, words, grammatical features) which we can uniquely associate with some external factor (presumably, ageographical area or asocial group).
Secara umum, kita dapat menarik kesimpulan dari apa yang diungkapkan oleh Wardhough, bahwa keberadaan bunyi juga dipertimbangkan dalam bahasa. Oleh karena itu, ketika salah satu, bahasa lisan dan bahasa tulis, atau bahkan kedua-duanya tidak ada dalam suatu bahasa, maka bisa dikatakan bahwa bahasa itu telah atau akan menuju kepunahan.

Bahasa yang memiliki sistem lambang yang ada di dunia ini hanya berjumlah 21 bahasa. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang masuk dalam kategori bahasa yang memiliki sistem lambang. Oleh karena itu, pada dasarnya keberadaan bahasa Jawa bisa disejajarkan dengan bahasa Arab yang notabenenya adalah bagian dari bahasa internasional. Namun kebanggaan itu seakan tak bernilai, jika kita sebagai penutur asli bahasa Jawa sudah mulai melupakan dan meninggalkannya, terutama para generasi muda. Berdasarkan pengamatan penulis, hanya ada beberapa orang saja yang mampu menguasai dan mau mempelajari bahasa Jawa sebagai satu kesatuan antara lambang dan bunyi, itupun hanya terbatas pada orang-orang tua yang masih memegang teguh keberadaan bahasa Jawa. Sehingga penulis memprediksikan, jika kondisi ini terus berlanjut, maka 20 tahun atau 40 tahun kedepan keberadaan bahasa Jawa semakin buram

Tinjauan Teoritis
Bahasa dan budaya merupakan dua hal yang saling berkaitan. Dalam makalah ini penulsi akan mengemukakan dua pendapat tentang hubungan antara bahasa dan budaya, yaitu bersifat subordinatif dan koordinatif.maksud dari hubungan bahasa dengan budaya yang bersifat subordinatif adalah bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Jadi, menurut pandangan ini, bahasa terlahir dari budaya dan dan bahasa merupakan bagian dari budaya. Hal ini, semakin diperkuat oleh pendapat dari Koentjaraningrat (1992), menurutnya, isi dari budaya ada 7 macam, yaitu, bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem religi dan kesenian. Pendapat ini semakin memperteguh pendapat tentang kedudukan bahasa terhadap budaya yang bersifat subordinatif.
Hubungan bahasa dengan budaya yang kedua adalah bersifat koordinatif. Maksudnya adalah antara bahasa dan budaya memiliki hubungan yang sama, namun memiliki perbedaan peran. Hubungan ini bisa dianalogikan dengan hubungan antara dua sisi keping uang logam yang tidak dapat dipisahkan, namun memiliki peranan atau fungsi yang berbeda pada tiap sisinya. Jadi, bahasa dan budaya di sini memiliki peranan yang berbeda. Bahasa sebagai alat untuk berinteraksi antar anggota masyarakat dan budaya sebagai alat untuk menunjukkan eksistensi diri (dalam konteks budaya), karena setiap masyarakat memiliki budaya yang berbeda dengan masyarakat yang lain. Bagaimanapun juga, keduanya, bahasa dan budaya, sama-sama berada di tengah-tengah masyarakat.

Bahasa Jawa sebagai Aset Bangsa
Berdasarkan deskripsi pada bagian pendahuluan, maka keberadaan bahasa Jawa memerlukan perhatian khusus. Apalagi, bahasa Jawa merupakan salah satu asset budaya Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, ketika bahasa Jawa sudah mulai dilupakan, maka tidak menutup kemungkinan lambat laun Indonesia akan kehilangan salah satu asset budaya terbesarnya, dalam hal ini adalah bahasa Jawa.
Dalam tulisan ini, penulis akan memfokuskan bahasan tentang sistem lambang dan bunyi bahasa Jawa yang berhubungan dengan budaya Jawa, sekaligus budaya Indonesia. Kemunduran bahasa Jawa yang paling menonjol adalah pada bidang tulisan (sistem lambang). Padahal, inilah yang kita bangga-banggakan sejak dahulu, bahwa bahasa Jawa merupakan bagian dari 21 bahasa dunia yang memiliki sistem lambang. dan juga penulis akan mengkolaborasikan antara kebudayaan yang ada dengan bahasa Jawa, baik dalam tataran tulisan,misalnya pesan moral leluhur melalui karya tulisnya, maupun bunyi, misalanya musik-musik yang bercirikan budaya -keroncong, parikan- yang juga mengandung pesan moral. Namun, ketika hal itu dilupakan, maka bisa dipastikan pesan moral tidak akan didapatkan sehingga hal ini akan mempengaruhi kepribadian generasi penerusnya dalam hal berbudaya. Dengan kata lain, melupakan bahasa Jawa berarti akan berdampak pada budaya yang ada. Inilah yang akan menjadi topik bahasan penulis dalam tulisan makalah..

Bahasa dan Masyarakat
Menurut pandangan sosiolinguistik, bahasa itu juga mempunyai ciri sebagai alat interaksi sosial dan sebagi alat mengidentifikasi diri (Abdul Chaer, 1995:19). Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi bahasa ada dua, yaitu:
1. Sebagai alat interaksi sosiaal, dan
2. Sebagai alat untuk mengidentifikasi diri
Bahasa sebagai alat interaksi sosial berarti bahasa digunakan sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat dalam lingkungan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa merupakan alat untuk menyampaikan gagasan dari pembicara kepada pendengar. Contoh, di lingkunagn sekolah, bahasa berfungsi sebagai alat interaksi antara guru dengan murid, guru dengan kepala sekolah, dan murid dengan murid. Tentunya dalam interaksi tersebut, ada informasi atau pesan yang ingin disampaikan oleh pembicara kepada pendengar, misal antara guru (sebagai pembicara) dengan murid (sebagai pendengar).
Di lain sisi, bahasa juga sebagai alat untuk mengidentifikasi diri, baik pribadi maupun kelompok.. Jadi, keberadaan bahasa dalam masyarakat, merupakan cerminan dari masyarakat tersebut. Setiap anggota masyarakat (atau bahkan secara individu), memiliki karakteristik masing-masing dalam berbahasa. Dalam kelompok, kita mengenal istilah dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu (Abdul Chaer, 1995:83). Jadi wilayah atau tempat di mana bahasa itu digunakan mempengaruhi pengguinaan bahasa tersebut. Contoh, bahasa kelompok masyarakat pesisir akan berbeda dengan bahasa pada kelompok masyarakat pesantren. Karena kondisi geografis dan lingkungan menentukan perbedaan penggunaan bahasa oleh penuturnya.
Dalam lingkup perseorangan, kita mengenal istilah idiolek, yaitu variasi bahasa yang bersifat perseorangan (Abdul Chaer, 1995:82). Jadi, dalam hal ini, tiap orang memiliki karakteristik masing-masing dalam penggunaan bahasa. Dengan kata lain, akan ada perbedaan bahasa pada masing-masing individu, baik yang berhubungan dengan kualitas suara, pemilihan kata ((diksi), maupun gaya bahasanya.
Jadi, menurut uraian di atas, bahasa memang benar-benar berfungsi sebagai alat untuk mengidentifikasi diri, baik individu maupun kelompok. Salah satu alasan bahwa bahasa bisa digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi diri karena bahasa merupakan bagian dari masyarakat, dalam hal ini bahasa merupakan sub-bagian dari budaya yang ada dalam masyarakat .
dalam satu aspek kebudayaan, Sapir dan muridnya, Whorf, berpendapat dalam Samsuri (1088:56) bahwa bahasa itu menentukan dan memainkan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kebudayaan manusia.Oleh karena itu dalam tulisan ini, penulis berpendapat bahwa bahasa dapat digunakan untuk mempertahankan budaya masyarakat tertentu dan dalam kajian kita kali ini, penulis mengkrucutkan pada bahasa Jawa..
Bahasa Jawa dan Budaya
Terlepas dari perbedaan pandangan hubungan bahasa dan budaya di atas, dalam hal ini yang sudah ada titik terangnya adalah bahwa bahasa dan budaya memiliki ikatan antara satu sama lain.
Bahasa Jawa yang tumbuh di tengah-tengah kebudayaan Bangsa Indonesia, juga ikut mewarnai kebudayaan Bangsa ini.salah satu bentuk kontribusi bahasa Jawa terhadapa kebudayaan Indonesia adalah adanya karya tulis yang dihasilkan oleh Mpu Tantular dengan bukunya yang berjudul Sotasoma. Penulis, dalam hal ini menekankan pada karya tulis tersebut yang ditulis dengan tulisan Jawa (sistem lambang bahasa Jawa). Dalam konteks ini Mpu Tantular, menurut penulis, ingin mentransfer gagasannya kepada generasi yang hidup sesudah zamannya melalui bahasa Jawa. Jadi, dalam hal ini, bahasa Jawa merupakan alat transformasi gagasan, pesan moral, pengetahuan dan budaya, dari 2 zaman yang berbeda.

Berdasarkan deskripsi fungsi bahasa Jawa di atas, maka kita mengetahui bahwa bahasa Jawa merupakan “jembatan” untuk memahami budaya – budaya leluhur kita. Namun pada saat ini, kebanyakan generasi muda Bangsa ini sudah enggan untuk dekat dengan bahasa Jawa. Akibatnya, mereka juga enggan untuk mengenali kebudayaan Jawa. Dengan kata lain, kebudayaan Jawa sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda Bangsa ini. Jika kondisi semacam ini dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia hanya akan menjadi sejarah belaka, karena sudah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Jadi, keberadan bahasa Jawa memiliki peranan penting untuk menjaga eksistensi budaya Jawa, yang merupakan bagian dari budaya Indonesia. Dengan kata lain, menjaga bahasa Jawa berarti menjaga budaya Indonesia.

Namun bagaimanakah cara kita menjaga bahasa Jawa ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, menurut penulis, pendidikan merupakan jalan yang efektif dalam pelestarian bahasa Jawa. Karena di sanalah para generasi muda bangsa ini berkumpul dalam rangka pemerolehan pengetahuan dan pencarian jati diri. Dan ketika mereka sedang mencari jati diri, mereka diberi wawasan sejak dini tentang bahasa Jawa, sistem lambang dan bunyi, yang berhubungan dengan budaya, maka mereka akan memiliki kesadaran untuk tetap menyadari dan menjaga eksistensi bahasa Jawa dalam rangka untuk melestarikan budaya Indonesia.

Simpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat melihat hubungan antara bahasa dan budaya, khususnya bahasa Jawa terhadap budaya Indonesia, yang mana bahasa Jawa merupakan sarana untuk melestarikan budaya Indonesia. Karena bahasa Jawa adalah (melalui literature kunonya) yang memberi kita informasi tentang pengetahuan, pesan moral dan bahkan kebudayaan para leluhur bangsa ini.
Betapa besarnya peran bahasa Jawa terhadap budaya Indonesia, maka ini sangat disayangkan untuk dilupakan dan ditinggalkan. Oleh karena itu, menurut penulis, mulai saat ini generasi muda sudah seharusnya menumbuhkan kesadaran dalam diri mereka sendiri untuk tetap menjaga dan melestarikan bahasa Jawa., supaya kelak tidak terputus informasi dari para pendahulunya (leluhurnya). Menjaga bahasa Jawa berarti menjaga eksistensinya sebagai bagian dari budaya Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik, suatu pengantar. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Ronald Wardhough. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. London: Oxford University Press.

Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan

Universitas Negeri Malang. 1993. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: UM Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Multi-Interpretasi Al-Quran dalam Perspektif Linguistik